SIMALUNGUN | BERITA A1
Pimpinan DPRD Simalungun menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) bersama dengan sejumlah pimpinan Fraksi di Kantor DRPD Simalungun, Senin (24/1/2022).
Rapat tersebut membahas tentang surat perihal pengajuan hak interpelasi yang dilakukan oleh 17 orang Anggota DPRD Simalungun.
Hasilnya, disepakati bersama bahwa pada Senin depan pengajuan hak interpelasi itu akan dibahas di Badan Musyawarah (Banmus).
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD Simalungun Elias Barus, didampingi rekannya Sastra Joyo Sirait, saat diwawancarai seusai menggelar rapat pimpinan.
“Usulan dari teman-teman anggota dewan untuk menggunakan hak interpelasi telah kami sepakati untuk ditindaklanjuti. Pembahasannya akan dimulai Senin depan melalui Bamus,” kata Elias, yang juga menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Simalungun itu.
Sastra Joyo melanjutkan, bahwa penggunaan hak interpelasi adalah hal yang biasa saja, yakni meminta keterangan dari Bupati Simalungun.
“Jadi, interpelasi itu biasa saja. Teman-teman anggota dewan hanya ingin meminta jawaban dari saudara bupati. Mungkin ada kebijakan atau keputusan saudara bupati yang dianggap kurang jelas atau dinilai melanggar aturan, ya teman-teman meminta jawaban,” imbuh Sastra.
Terkait mekanisme interpelasi, lanjut Sastra, sesuai tata tertib dewan ada tiga tahapan. Namun tahapan tersebut akan diputuskan pada saat rapat badan musyawarah pekan depan.
Namun salah satu yang akan di bahas adalah tentang Surat Keputusan Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga Nomor: 188.45/8125/1.1.3/2021 tentang pengangkatan tenaga ahli.
Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga diinterpelasi oleh DPRD Simalungun.
Menurut Mariono Radiapoh Lebih Tepat disebut Pemimpin Arogan.
Dikarenakan Surat Keputusan Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga Nomor: 188.45/8125/1.1.3/2021 tentang pengangkatan tenaga ahli.
Dalam pengangkatan tenaga ahli itu, SK Bupati dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2019, khususnya pasal 102 poin 4 yang menyatakan Staf Ahli Gubernur dan Bupati/ Walikota diangkat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan.
“Jika melihat SK Bupati, kami menilai Bupati menjadikan posisi jabatan staf ahli hanya sebagai membalas jasa terhadap tim suksesnya. Bahkan, demi balas jasa terserbut, Bupati mampu dan kukuh melanggar perundang-undangan yang berlaku,” kata Mariono, dalam konferensi pers di Sobat Cafe Resto, Jalan Adam Malik, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematang Siantar, Kamis (20/1/2022).
Mariono, menunjukkan bahwa Radiapoh Sinaga bukan pemimpin yang arif dan bijaksana. Namun, pemimpin yang sitatnya pemuas bagi tim sukses yang berjasa.
“Selain itu, kami menilai, Bupati bukan pemimpin yang profesional. Namun, lebih tepat sebagai pemimpin yang arogan,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Mariono menerangkan, kebijakan atas dikeluarkannya SK Bupati terhadap tenaga ahli tersebut telah dibahas dalam paripurna DPRD. Hasilnya, diputuskan bahwa Bupati harus mencabut SK tersebut. Namun hingga kini, keputusan tersebut tidak dijalankan.
Ihwal di Balik Interpelasi DPRD Simalungun: Bupati Radiapoh Itu Arogan dan Sarat Nepotisme
Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga diinterpelasi oleh DPRD Simalungun.
Ketika Tenaga Ahli Hadir Rapat Bersama OPD Dianggap Sikap Perang Terhadap DPRD
Mariono menerangkan, kebijakan atas dikeluarkannya SK Bupati terhadap tenaga ahli tersebut telah dibahas dalam paripurna DPRD. Hasilnya, diputuskan bahwa Bupati harus mencabut SK tersebut. Namun hingga kini, keputusan tersebut tidak dijalankan.
“Penolakan DPRD sebagai legislatif dapat dilihat juga dengan tidak disetujui atau ditampung gaji dan kebutuhan lainnya untuk staf ahli,” beber Marino.
Dengan tidak dicabutnya SK Tenaga Ahli itu, lanjut Mariono, mereka menilai Bupati tidak menghormati lembaga legislatif sebagai mitra kerja dalam pemerintahan. Bahkan, Radiapoh cenderung terlihat sepele terhadap legislatif.
“Kami juga perlu mengingatkan Bupati jika DPRD adalah perwakilan rakyat yang dipimpinnya saat ini,” tegas Mariono.
Sebagai mitra kerja, kata Mariono, Bupati seharusnya dapat menerima usulan dan masukan dari DPRD. Bukan malah menyepelekannya dan menganggap usulan itu sebagai tong kosong yang tak perlu dihiraukan.
“Kami menilai, keberadaan staf ahli yang selalu hadir di paripurna DPRD dan duduk sejajar dengan OPD seakan-akan menunjukkan sebuah sikap perlawanan dan bahkan perang terhadap DPRD,” sebut Mariono. (Dik)